Why oh Why – Pertanyaan dari 3 Perjalanan

Hi, finally come back! Tapi untuk kali ini bukan mau ngejual kaos, cuma mau sharing pengalaman pribadi aja. Lho sharing pribadi kok disini? Well, jadi singkat cerita, blog pribadi saya udah lenyap dari permukaan. Tapi masih mau menumbuhkan minat nulis lagi nih, sekaligus ikut challenge dari NHCL*. Berhubung males bikin blog lagi, so I use my husband’s (brand) blog 😛

Gitu aja perkenalannya, daripada kepanjangan dan ngga penting, langsung aja mulai ke topik. Tema #NHCLnulis bulan ini adalah 3 pengalaman paling berkesan selama jalan-jalan. Hmm, seems not too easy for me, karena semua perjalanan itu ada kesannya sendiri-sendiri dari bagus sampe apes. Tapi, baiklah I’ve gotta choose.. So, I picked a tittle “Why oh Why”

  1. Pak, Ini Pesawat bukan Bus Kota

Siang itu, saya pulang ke kota Semarang tercinta. Perjalanan saya mulai dari Lampung, transit di Jakarta, lalu Semarang. Alasan klasiknya anak muda, memilih maskapai penerbangan bukan dari jadual terbang apalagi fasilitas, tapi budget 😀 Bisa dipastikan, saya memilih penerbangan dengan maskapai yang jarang banget bisa on time. Akhirnya, muncul juga pesawat yang akan membawa saya terbang. Sampai di dalam pesawat, saya langsung mencari nomor kursi saya. Tapi eh tapi, singgasana saya ditempati oleh seorang pria yang usianya sudah ngga belia. Dia juga ngga sendiri, tapi sama rombongan gank-nya.

Pakai nada sopan, saya meminta si Bapak ini untuk pindah ke kursinya. Bapak ini mau, tapi teriaknya ke temannya “Dikon geser, ono sing pingin cedak jendela juga. Padahal aku teka ndisikan ya.. Wis ngalah karo cah nom, rak popo(disuruh geser, ada yang mau dekat jendela juga. Padahal saya datang duluan ya. Sudah, ngga apa-apa, ngalah sama anak muda). KZL banget dengar celetukannya, tapi yaudah bodo amat.

Akhirnya pesawat ini mulai mengepakkan sayapnya dan membawa kami berenang di awan. Si bapak ini, membuka obrolan dengan saya,

B: Turun mana?

S: *???????* ya Semarang, Pak

B: wah sama, saya juga ini turun di Semarang, tadi dari Jakarta naik ini, baru lanjut ke Kendal.

Lho, emang di pesawat kita bisa minta “Bang kiri bang” ya kalau mau turun sewaktu-waktu? 😐

  1. Aduh Bu…

Seperti biasa, saya selalu booking seat dekat jendela. Disebelah saya, ada 2 orang ibu-ibu. Berhubung sering banget dibilang muka saya jutek, saya lempar senyum dulu ke mereka yang akan jadi tetangga saya selama 9 jam ke depan. Meskipun sedih karena cuma dibalas seadanya, ya minimal udah berusaha.

Saya mulai terlibat obrolan dengan tetangga yang duduk samping saya persis. Beliau adalah seorang asisten rumah tangga di salah satu keluarga Arab. Dengan wajahnya yang sedikit muram, dia banyak bercerita. Tertarik dengan ceritanya, saya tanya juga ke tetangga sebelahnya. Mereka berdua berteman.

Menariknya, waktu saya tanya, si Ibu ini jawab pakai bahasa Arab yang kira-kira artinya “Saya ngga bisa bahasa Indonesia, sudah lupa”. Agak kesel sama jawaban si Ibu ini, lalu saya tanya ke temannya “Ibu ini ngga bisa Bahasa Indonesia? Emang udah berapa lama kerja di Arab?”. Tetangga sebelah saya bilang “Sudah 6 tahun”. Jujur aja, kesel banget pas tau baru 6 tahun kerja di Arab. Hellooooo.. mana mungkin seseorang bisa lupa sama mother tongue-nya, apalagi baru 6 tahun. Jadi males ngobrol sama si Ibu ini. Dan saya pilih tidur.

Di tengah perjalanan, pesawat turbulence hebat yang otomatis bikin saya bangun, dan sebagian penumpang teriak ketakutan. Juga si Ibu yang ngga bisa bahasa Indonesia tadi, keceplosan teriak “Gusti, tulung aku ojo mati sik..(Ya Tuhan tolong saya jangan mati dulu). Pas pesawat udah tenang, si Ibu ini malu sendiri dan langsung melengos aja. Saya sih nahan ketawa.

Pagi hari, pramugari mendatangi kami untuk menanyakan sarapan. Pramugari pakai bahasa Inggris, dan menawarkan pilihan menu roti, mie atau nasi. Saya pilih roti untuk sarapan. Kedua tetangga sayapun bilang ke pramugarinya “same, same”.

Sarapan kami datang. Nyammm.. Roti panggang coklat dan jus mangga. Waktu lagi asik makan, tiba-tiba saya dicolek sama ibu yang ngga bisa bicara bahasa Indonesia tadi. “Kamu gimana sih, kok pesennya roti? Saya kan maunya makan mie. Kayak itu tuh. Mie gorengnya enak. Kok kamu malah pesen roti. Saya ngga kenyang makan kayak gini”.

Ya Allah apa salah hamba ya Allah, sehingga Engkau pertemukan hamba dengan seorang yang unik seperti ini :”))

  1. Ayam eh Ayam

Kejadian bertahun-tahun yang lalu, jaman tiket kereta api masih 25.000an dari Jakarta ke Semarang, penumpang belum dibatasi, masih banyak yang duduk di emperan.

Iseng, saya ke stasiun dan lihat tiket ekonomi ke Semarang murah banget. Langsung ke loket, dan tiket sudah di tangan. Percayalah, kereta ekonomi beberapa tahun lalu, ngga sekeren kereta ekonomi yang sekarang.

Saya masuk ke salah satu gerbong yang udah penuh penumpang. Ngga ada tempat duduk, saya ambil kertas dan duduk di bawah, langsung merem tanpa lihat-lihat sekitar. Karena postur badan saya yang kecil, orang sering mengira saya ini masih SD atau SMP. Tiba-tiba, ada Ibu-ibu yang baik hati, membangunkan saya “dik, saya beli tiket ke Semarang, tapi saya mau turun di Cirebon aja. Nanti pakai aja kursi saya”.

Alhamdulillaah, rejeki punya postur macam miniatur.

Pindahlah saya duduk di kursi yang lebih baik meskipun tetap ngga nyaman. Beberapa menit jalan, saya udah ngga ngantuk dan tertarik memperhatikan keadaan sekitar. Hampir semua orang tidur pulas dengan iringan dangdut koplo. Tiba-tiba saya merasa ada yang menggelitik kaki saya. Saya cuek. Lama kelamaan, gelitikannya makin heboh dan ada yang agak perih. Saya tengok ke bawah, kaget lalu teriak. Ada beberapa ekor ayam yang istirahat di bawah bangku saya. Beberapa orang di sekitarpun ikut bangun gara-gara kaget. Dan mereka, dengan santainya tidur lagi. Seorang bapak-bapak paruh baya memberi tahu saya, “Biasa dek, disini orang pulang kampong bawa ayam, bawa buah karungan”. Saya pun jawab “kenapa ngga ditaruh atas aja, kan ada tempat taruh barang”. Dan kata si Bapak sambil ketawa “Mau ditaruh mana? Lihat tuh diatas penuh”.

Iya penuh, penuh orang. Orang-orang bisa berbaring pulas di tempat barang yang jaraknya cuma beberapa senti. Memang, orang Indonesia ini kreatif dan lentur ya tubuhnya.

Yeay, itu tadi kisah perjalanan yang meskipun udah lama tapi masih nempel terus di kepala, karena masih dengan keheranan saya dengan semua kejadian itu, dan masih dengan pertanyaan yang belum menemukan jawabannya (ya karena emang ngga nyari :P). Share yours Guys !

Leave a comment